Kritik dan pembaharuan peran militer dalam politik Indonesia merupakan topik yang selalu menarik untuk dibahas. Sejak era kolonial hingga masa kini, militer memegang peran penting dalam politik Indonesia. Namun, peran militer dalam politik juga sering kali menuai kritik dari berbagai pihak.
Menurut Prof. Salim Said, seorang ahli politik dari Universitas Indonesia, peran politik militer harus diperbaharui agar sesuai dengan prinsip demokrasi. “Militer seharusnya fokus pada tugas pertahanan negara, bukan terlibat dalam politik praktis yang dapat mengganggu proses demokrasi,” ujarnya.
Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa sejarah politik Indonesia telah banyak dipengaruhi oleh peran militer. Dari masa revolusi hingga orde baru, militer seringkali menjadi penentu kebijakan politik. Hal ini memicu kritik dari kalangan aktivis kemanusiaan, seperti Alissa Wahid, yang menyatakan bahwa “peran politik militer seringkali mengorbankan hak asasi manusia dan kebebasan berpendapat.”
Dalam upaya pembaharuan peran militer dalam politik, Pemerintah Indonesia telah melakukan berbagai langkah. Salah satunya adalah dengan membentuk Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) yang bertugas untuk mengawasi pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan oleh aparat keamanan, termasuk militer.
Namun, tantangan dalam mengubah paradigma peran militer dalam politik masih cukup besar. Birokrasi yang kuat dan kecenderungan otoriterisme dalam tubuh militer seringkali menjadi hambatan dalam proses reformasi. Untuk itu, perlu adanya kerjasama antara pemerintah, militer, dan masyarakat sipil dalam mengupayakan pembaharuan peran militer yang lebih sesuai dengan tuntutan demokrasi.
Dengan adanya kritik dan upaya pembaharuan tersebut, diharapkan peran militer dalam politik Indonesia dapat menjadi lebih transparan, akuntabel, dan berpihak pada kepentingan rakyat. Sebagaimana yang dikatakan oleh Presiden Joko Widodo, “Militer harus menjadi garda terdepan dalam menjaga kedaulatan negara, bukan sebagai alat untuk kepentingan politik sempit.”